29 Jul 2017

KRITIK MEMBANGUN

Catatankita.com - Fitrahnya, kritik itu tidak menyenangkan. Pernah saya ditanya, “Yolanda, bagaimana cara menyampaikan kritik atau masukan tanpa melukai perasaan?”, atau dalam kalimat lain, kritis yang tidak kurang ajar. Saat itu, saya tidak punya jawaban.

 

Ternyata, Islam sudah punya jawabannya. Bahwa kritik itu sebuah keharusan. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa salah satu hak seorang muslim adalah memberikan nasihat jika ia memintanya. Saya garis bawahi, ‘jika ia memintanya’. Sementara, dalam Alquran disebutkan bahwa ada perintah langsung, yang tidak ambigu dalam kalimatnya, nasihat Luqman kepada anaknya (Q.S. 32: 12-19). Dalam ayat ini, nasihat Luqman diberikan tanpa didahului permintaan oleh anaknya.

Kedua nash ini seolah bertentangan, namun sejatinya ada garis yang menghubungkannya, yaitu reaksi penerima kritik. Saat seseorang meminta kritik, ia sudah menyiapkan mentalnya terlebih dahulu. Jadi, peluang hatinya terluka jauh lebih kecil. Begitupula seorang anak yang dinasehati oleh Bapaknya dengan santun (meskipun tanpa meminta), peluang untuk tersinggung sangat kecil. Secara, orang tua sendiri gitu loh. Inti dari kedua situasi ini adalah adanya kerelaan dari penerima kritik.

Berkaca dari dua model kritik tersebut, kritik yang disampaikan melalui media sosial atau kritik terbuka tentunya bukan jenis kritik yang membangun. Mengapa? Pertama, belum tentu yang dikritik menerima dengan lapang dada. Kedua, menyampaikan kritik yang dipemirsai oleh banyak orang bisa jatuh pada situasi mempermalukan, apalagi yang dikritik adalah aib.

Terkait pembenaran kritik terbuka terhadap penguasa pernah dilakukan dijaman Umar bin Khattab, konteksnya waktu itu ada permintaan dari Umar selaku khalifah. Lantas, apakah harus didiamkan? Bukankah sudah ada sistemnya? Saya tidak tahu sejak kapan kita memilih seseorang, lalu menyiapkan sistemnya agar berjalan baik, namun pada akhirnya kita meruntuhkannya sendiri dengan bentuk kritik yang tidak perlu. Ah, mungkin saja karena kita mengambil nash-nya setengah-setengah.

Tidak ada yang bisa melarang kita untuk mengkritik di media sosial. Tidak ada yang tahu niat kita, karena kita sendiri yang lebih sadar dan paham. Namun satu hal yang pasti, energi itu kekal, kecuali Tuhan mencabutnya. Setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai perbuatannya. Entah sekarang atau nanti-nanti.

catatankita, catatan aku, catatan kamu, untuk kita semua

Jangan Lupa Komentar Anda :