7 Jul 2017

KULTUR SEPAK BOLA PAPUA


Catatankita.com - Pelatih kawakan Rahmad Darmawan berpendapat, prestasi sebuah kesebelasan bisa ditunjang dengan kultur sepak bola di daerah asal. Semakin erat hubungan si kulit bundar dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, maka peluang lahirnya sebuah tim yang tangguh akan kian besar. Melihat kondisi di Indonesia, pelatih yang kini menukangi Arema Cronous itu menunjuk dua klub dengan kultur sepak bola paling mendukung. Keduanya adalah Persipura Jayapura dan Persib Bandung. Menurut Rahmad, Papua dan Jawa Barat memiliki tradisi sepak bola yang sangat kental, bahkan hingga ada di setiap sendi kehidupan masyarakatnya.

“Secara kultur, yang seharusnya paling maju di Indonesia, ya Papua dan Bandung. Iklim sepak bolanya kental dan luas. Arema memang kuat, tapi hanya di Malang saja. Beda dengan Persipura yang menjadi milik hampir semua masyarakat Papua. Juga Persib yang tidak hanya milik orang Bandung, orang Jawa Barat pasti ke Persib,” ucap pelatih yang akrab disapa RD ini di kediamannya, Kota Malang, beberapa waktu lalu. Namun, dia melihat perbedaan mencolok antara Persib dan Persipura. Tim Mutiara Hitam, menurut RD lebih konsisten dalam pembinaan skuad kebanggaannya. Hal itu terlihat dari kebijakan mereka yang tidak banyak merombak komposisi pemain maupun tim pelatih.

“Persipura sudah empat tahun tidak ganti pelatih, sejak dipegang Jecksen F Tiago. Itu sangat menunjang pembentukan gaya bermain Persipura. Membentuk ideologi permainan sebuah tim itu tidak mudah, butuh waktu lama. Sedangkan Persib, saya tidak mengerti bagaimana caranya mereka menghidupi tim. Finansial mereka kok tidak pernah ada masalah ya,” tutur pelatih yang juga perwira TNI ini sedikit tertawa. Para pemain Persipura sudah menganggap dia seperti "ondoafi". Sosok Jacksen Ferreira Tiago sudah tidak asing lagi di mata dunia sepak bola Tanah Air. Ia pernah membawa beberapa tim memuncaki tangga juara di Liga Indonesia dan menjadikannya sebagai ikon yang layak mendapatkan gelar pelatih terbaik. "Saya masih harus belajar lagi untuk mencapai tujuan saya. Saya masih merasa bukan pelatih terbaik," kata Jacksen, Kamis lalu.

Sebagai pelatih, Jacksen tidak keberatan dikritik oleh pemainnya bila ada yang salah. "Namun itu tak pernah terjadi di Persipura Jayapura. Mereka selalu menghargai saya dan saya juga demikian," ucapnya. Sudah sekitar empat tahun Jacksen bersama tim Mutiara Hitam. Ia sangat betah dengan suasana Papua dan kenyamanan warganya. Memanfaatkan masa istirahat, tak jarang pelatih Persitara Jakarta Utara pada 2008/2009 itu pergi dan melihat keindahan Tablanusu, sebuah daerah indah di bagian barat Kota Jayapura. "Saya sangat betah di sini. Saya sebenarnya ingin lama di Papua, saya seperti sudah menjadi bagian dari Papua."

Semua fakta diatas sebagai penguat bahwa kultur sepakbola papua mirip dengan kultur sepakbola brazil, bermula dari kebiasaan dan “ruh kehidupan” masyarakatnya. Begitupula dengan pembinaan dan gaya bermain ala samba yang selalu dipertontonkan oleh tim-tim asal papua, akankah ciri ini selalu lekat sepanjang zaman dimana sepakbola terbentuk oleh kondisi alamnya. Menilik hal itu selayaknya sarana dan prasarana di papua juga dibangun untuk menunjang kemapanan mereka dalam dunia olah sikulit bundar. Saatnya sepakbola menjadi sebuah “amalan” dalam kehidupan!

catatankita, catatan aku, catatan kamu, untuk kita semua

Jangan Lupa Komentar Anda :